JJLS, PENINGKATAN EKONOMI DAN POLEMIKNYA

 TANJUNGSARI, (NewsFlash RI) - Polemik pembebasan lahan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) sepanjang Planjan -Tepus antara warga Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul dengan Tim Pengadaan Tanah JJLS belum menemui titik terang.





Bahkan warga terdampak proyek JJLS telah ajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Wonosari, pada Senin tanggal 16 April lalu. Adapun inti gugatan tersebut terkait dengan nilai ganti rugi tanah yang dirasa warga tidak sesuai standar. Warga merasa di bohongi  oleh tim pelaksana pengadaan tanah untuk pembangunan yang mengatakan kepada masyarakat bahwa ”lahan yang akan dibebaskan nantinya akan dihargai jauh lebih tinggi dari harga pasaran dan tidak akan merugikan masyarakat“.

Kuasa hukum warga terdampak dari Nusantara Law Firm, Ferry Okta Irawan mengatakan sebanyak 37 warga terdampak telah mencabut persetujuan dan menyatakan keberatan atas nilai ganti rugi tanah. Atas hal itu, pihaknya yang ditunjuk sebagai kuasa hukum layangkan gugatan ke PN Wonosari. Adapun yang menjadi tergugat ialah Tim Pengadaan Tanah. Dalam hal ini yang masuk tim ada BPN Provinsi DIY, Dinas Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum dan Tim Appraisal. “Harapannya nanti adanya pertimbangan pemberian nilai ganti rugi yang wajar".

Ferry menjelaskan, langkah hukum tersebut ditempuh karena adanya ketidakadilan yang menimpa warga terdampak. Adapun ketidakadilan tersebut dilihat dari nilai ganti rugi lahan yang berkisar Rp. 50.000,- hingga Rp. 300.000,-. Jumlah itu dianggapnya jauh dari kata layak dan tidak wajar. "Kami membandingkan [harga tanah] dengan desa sebelah. Pada 2008 lalu di Planjan, Saptosari itu paling rendah Rp150.000 per meter persegi. Masa sekarang turun jadi Rp. 50.000,-. Normalnya setiap tahun itu harga tanah semakin naik, ini malah turun".

Ia menambahkan selain masalah harga yang dirasa tidak masuk akal, pihaknya mencurigai adanya dugaan malaadministrasi yang dilakukan Tim Pengadaan Tanah JJLS. Menurutnya hal tersebut mulai dari proses sosialisasi hingga pemberian ganti rugi. "Mereka [Tim Pengadaan Tanah JJLS] harusnya mengacu pada peraturan undang-undang.  Namun dalam prakteknya beberapa tahapan banyak dilewati, seperti tidak adanya musyawarah harga tanah".

Konflik antara warga Desa Kemadang yang terdampak pembebasan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) dengan Tim Pengadaan Tanah JJLS Provinsi DIY tersebut memaksa Pemkab Gunungkidul angkat bicara. Pemkab menegaskan ikut campur pihaknya hanya sebatas jembatan komunikasi antara keduanya.
Sekretaris Daerah Gunungkidul, Drajat Ruswandono mengatakan tidak memiliki wewenang untuk terjun lebih dalam pada permasalahan tersebut, pasalnya hal itu merupakan ranah Pemda DIY.

“Karena itu ranahnya Pemda DIY jadi kami tidak bisa ikut campur lebih jauh,”.
Meski begitu Pemkab diakuinya tetap berupaya membantu. Pemkab, kata dia, berupaya memfasilitasi kedua belah pihak untuk bertemu dan bermusyawarah.

“Kami berusaha jadi jembatan aspirasi warga terdampak, contohnya dengan mengerahkan pemerintah desa untuk lakukan rembuk bersama”. 

Disinggung soal gugatan warga terdampak kepada Tim Pengadaan Tanah JJLS, Drajat enggan berkomentar. “Kalau untuk itu saya serahkan ke proses hukum yang berlaku, tapi yang pasti saya berharap masalah ini segera selesai”. (Pyk)

0 Comments