Ilustrasi perkawinan anak perempuan dan laki-laki. NEWSFLASH-RI/Dayat |
Hal ini guna untuk menyelamatkan anak-anak dari praktik perkawinan anak, keputusan menaikkan batas usia perkawinan diharapkan akan menciptakan generasi emas berkualitas sesuai cita-cita pembangunan nasional.
Menteri Yohana Yambise Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam Rapat Paripurna DPR-RI di Senayan saat membacakan Pendapat Akhir Presiden atas Rancangan Undang Undang tentang Perubahan atas Undang Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan telah menyampaikan, “Keputusan atas pengesahan RUU perubahan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan ini sangat dinantikan dalam upaya menyelamatkan anak Indonesia atas praktik perkawinan anak”.
Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka perkawinan anak tertinggi. Praktik perkawinan anak di Indonesia berdasarkan data BPS 2017 menunjukkan (25,2%), artinya satu dari empat anak perempuan menikah pada usia anak, yaitu sebelum mencapai usia 18 tahun. Sedangkan pada tahun 2018 BPS sebesar (11,2%), artinya satu dari sembilan perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun, dan ada 20 provinsi dengan prevalensi perkawinan anak di atas angka nasional.
Perasaan rasa sedih dan bahagia karena akhirnya tercapai, disahkannya revisi Undang-Undang Pekawinan dengan batas usia perkawinan minimal bagi perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. "Hal ini adalah kado bagi anak-anak Indonesia yang pernah dijanjikan Menteri Yohana di Peringatan Hari Anak Nasional tahun 2019 kemarin," Jelasnya usai pengesahan RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan oleh Ketua DPR – RI.
Menteri Yohana menjelaskan, ada banyak sekali masalah yang ditimbulkan akibat praktek perkawinan anak.
“Fakta-fakta menunjukkan bahwa praktik perkawinan anak harus segera dihentikan, dan jika kondisi ini tidak dicegah akan menjadikan Indonesia berada dalam kondisi darurat perkawinan anak,” tambahnya.
Pertimbangan perkawinan anak batas minimal usia 19 tahun juga didasarkan bahwa seseorang dinilai telah matang jiwaraganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, dapat menekan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan risiko kematian ibu dan bayi serta pekerja anak. Selain itu, juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Penulis, Editor: hidayattullah.ubb
Sumber: SUARA.com, KOMPAS.com
0 Comments